Kamis, 12 Desember 2013

Hambar

Waktu dimana beberapa jam terasa seharian bagiku. Benar, ketika aku tak sabar menunggu kabarmu. Ketika aku tak tau harus bagaimana bahkan untuk berbicara yang tepat dengan situasi begini. Aku merasa selalu salah langkah dan membuat kamu kesal.


Aku terlalu kenyang dengan rindu. Aku rindu, terlalu sibuk merindu sampai membuatku takut merindu. Takut ketika rinduku tak berbalas, rindu yang bagimu mungkin hanya sekedar pesan untuk dibaca. Lalu kemudian kamu mengabariku, tapi aku terlanjur emosi menunggu. Kesibukan rinduku yang menyalip disela kesibukanmu.


Aku rindu, rindu keadaan kita sebelum ini. Keadaan dimana aku menjadi diriku sendiri tiap kali mencarimu, bukan aku yang menemukanmu tapi kamu yang menemukanmu. Rinduku berbalas dan rasanya hangat sekali. Bahkan aku sampai tak peduli kita jauh, aku sendiri disini dan kamu disana. Aku sudah sangat baik-baik saja selama ada kamu, semua terasa ringan dilangkahku.


Aku rindu, rindu caramu padaku. Tapi caramu tidak lagi sama. Sejak sesuatu yang tidak penting mampu mempengaruhi perasaanmu, sesuatu yang bahkan tidak berpengaruh sama sekali bagiku. Sejak itu cintamu seolah menjadi hambar padaku. 


Aku rindu, dan ingin berkata rindu. Kita masih banyak berbicara seperti biasa meskipun tak membicarakan banyak hal. Aku bertanya kamu menjawab, begitupun sebaliknya. Sejak itu aku selalu merasa ada yang salah dengan kita. Berulang kali kubolak-balik membaca balasan pesan darimu, ada yang ternyata tak lagi sama.


Aku rindu, melebihi biasanya ku kira. Tapi aku merasa berbeda. Aku yang tidak biasa. Aku tak merespon dengan baik kejadian apapun belakangan ini. Kamu membalas pesanku, bahkan aku tak tersentak senang kegirangan seperti biasa. Ya, perasaanmu ketika membalas pesanku kali ini berbeda. Hambar. 


Aku rindu, rindu yang tak bisa kujelaskan. Semua sudah terasa hambar, bahkan rindu yang sangat padamu kali ini juga terasa hambar. Aku butuh menemuimu, tapi aku harus bagaimana dalam situasi begini? Ah, rindu terkadang tak terasa indah lagi pada saat-saat tertentu. Aku kesal merindu seperti ini.


Bisa apa aku selain menenangkan diri sendiri yang nyatanya tak kunjung tenang hampir tiga minggu ini. Dengan aku yang rindu dan kamu yang biasa saja, bahkan nyaris hambar padaku. Aku murung tanpa sebab, menangis tanpa sebab, bahkan mengawang tanpa sebab. Apa yang salah denganku? Bahkan kau yang kurindukan, serta merta biasa membaikkan perasaan dan menyemangatiku tak lagi demikian.


Berangsur dengan rindu jangka panjang seperti ini, perlahan menjadikanku pribadi yang bingung dengan diriku sendiri yang bahkan aku tidak mengenalnya. Jika keadaan berbalik, kamu merindukanku dan aku tak lagi antusias seperti biasa, akankah kamu sepertiku? Menungguku reda dan tenang dari kusutku? Tidak, kamu bahkan yang lebih dulu akan membisu membalas kebimbanganku, kamu marah dan menganggapku berlebihan dengan diam pun juga sikapku yang berbeda, hal tak berani kulakukan padamu.


Selamat malam yang selalu kutunggu ketika aku begitu lelah disini, bagiku cukup menggantikan bahu dan genggaman tanganmu. Selamat malam yang selalu kutunggu ketika aku merasa sendiri, bagiku cukup menggantikan waktu bertemu denganmu yang kunanti terasa begitu lama. Selamat malam yang selalu kutunggu ketika aku selalu tidak sabaran menunggu kabar darimu, di tengah kesibukanmu dan baru sempat mengabariku larut malam. Selamat malam yang selalu kutunggu ketika kamu selalu lebih sabar dariku menghadapi sesuatu, selamat malam yang membuatku selalu merasa lebih baik. Selamat malam yang selalu kutunggu ketika aku tak bisa tidur sebelum berbicara padamu meskipun hanya 3 menit. Selamat malam yang selalu kutunggu ketika kamu selalu menyempatkan waktu mengucapkan selamat malam padaku sebagai prioritas. Dan selamat malam yang kutunggu tak lagi sama, selamat malam yang terasa hambar, bahkan nyaris tak ada selamat malam lagi untuk kutunggu.


Sudah lama sekali rasanya kita tidak lagi saling mengucapkan selamat malam, saling bercerita, saling menenangkan, saling menanyakan keluhan masing-masing. Aku bahkan lupa kapan terakhir kita bercanda dan tertawa lewat telepon meskipun hanya 15 menit.

Maaf aku selalu begini, bahkan nyaris tak pernah berubah meskipun kamu selalu mengeluh aku cerewet, ngotot, memaksamu bicara. Aku bukan mengeluh, aku hanya ingin kita tetap bertahan dengan jarak. Apa yang kamu bilang jalani saja seperti biasa, bagiku terasa memiliki arti berbeda dengan kamu padaku yang semakin hambar. Itulah mengapa aku begitu kecewa dengan perubahanmu begini. Perubahan yang bahkan tak terlihat sebagai kamu yang ingin mempertahankan kita. Komitmen yang belakangan aku pertanyakan, bagaimana kabarnya? Apakah baik-baik saja? Seperti semakin berubah hambar dan terasa asing saja.


Kali ini baiklah, aku sudah terlalu banyak berbicara dan meminta waktu, yang sepertinya selalu salah langkah. Jadi aku akan diam saja sekarang. Bicarapun aku, semua tak akan berubah tetap hambar seperti ini, bahkan semakin hambar. 

Aku tak ingin berbicara untuk menjelaskan sesuatu lagi padamu.
Tapi jika dengan aku bicara padamu bisa merubah sesuatu aku akan bicara.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar