Hampir setiap pagi, aroma bumbu yang digoreng tercium oleh hidung saya. Aroma yang membuat perut saya semakin lapar karena aroma itu berasal dari masakan emak di dapur. Emak memang suka memberi bawang merah lebih banyak biar masakan apapun lebih mantab rasanya.
Tapi saya pernah membenci aroma itu ketika saya mulai hamil 7 bulan. Keharuman masakan emak tak membuat saya tertarik tapi malah membuat perut saya mual, kemudian memuntahkan isi perut sampai tak tersisa dan akhirnya membuat saya lemas tak berdaya.
Padahal saat itu, HB (merahnya darah) saya rendah dan disarankan sama bu Bidan untuk memperbanyak makan oseng-oseng sayur berwarna hijau. Karena oseng-oseng kadar gizinya lebih tinggi dibanding kulupan (sayur yang direbus). Tapi lagi-lagi saya harus muntah-muntah ketika memaksa untuk memakannya.
Yang agak memalukan itu waktu kami ke Jakarta saat pernikahan adek. Adek mengajak kami makan dulu di rumah makan Padang sebelum ke kontrakannya. Adek bilang masakannya enak banget, apalagi kepala kakapnya, "wuih mak nyus", katanya.
Tapi apa yang terjadi.... baru melihat makanan di etalase saja saya sudah muntah-muntah. Untung saya belum turun dari mobil, jadi ga begitu malu-maluin karena yang lihat cuma tukang parkir. Setelah dipaksa masuk, akhirnya saya cuma makan ikan goreng sama sambel saja. "Anakmu ngajak kaya mbak, Lha wong ndak doyan makanan enak", kata adek meledek saya.
Saking bencinya sama aroma masakan [enak], setiap hari makanan saya cuma sayur menir yang bahan utamanya bayam. Biasanya emak menambahnya dengan gambas, labu atau jagung muda dan diberi bumbu bawang merah sedikit, daun kemangi, gula, dan garam. Kalau sudah ada sayur itu, berasa makan soto di restoran. Hikz
Akibatnya HB saya bukannya tambah tapi semakin rendah. HB yang tadinya 10,4 waktu operasi caesar untuk melahirkan si kecil malah menjadi 8,4. Dokter menyebutnya Anemia dan hal itu bisa menyebabkan kondisi saya drop. Ada kemungkinan saya terlalu tegang, sehingga dokter segera ambil tindakan cepat dengan menambah obat tertentu yang harus beli sendiri di apotek. Dan alhamdulillah operasi berjalan lancar, bayi selamat sayapun juga sehat. :).
Setelah si kecil lahir, hilang sudah kebiasaan-kebiasaan aneh yang saya alami selama hamil, seperti benci bau masakan. Keadaan kembali normal seperti sebelum saya hamil. Setiap bayi memang membawa kebiasaan yang berbeda-beda. Dan itu merupakan kenangan terindah yang tak akan pernah saya lupakan dan bisa buat cerita kalau Alfi sudah besar nanti. :).
Tapi saya pernah membenci aroma itu ketika saya mulai hamil 7 bulan. Keharuman masakan emak tak membuat saya tertarik tapi malah membuat perut saya mual, kemudian memuntahkan isi perut sampai tak tersisa dan akhirnya membuat saya lemas tak berdaya.
Padahal saat itu, HB (merahnya darah) saya rendah dan disarankan sama bu Bidan untuk memperbanyak makan oseng-oseng sayur berwarna hijau. Karena oseng-oseng kadar gizinya lebih tinggi dibanding kulupan (sayur yang direbus). Tapi lagi-lagi saya harus muntah-muntah ketika memaksa untuk memakannya.
Yang agak memalukan itu waktu kami ke Jakarta saat pernikahan adek. Adek mengajak kami makan dulu di rumah makan Padang sebelum ke kontrakannya. Adek bilang masakannya enak banget, apalagi kepala kakapnya, "wuih mak nyus", katanya.
Tapi apa yang terjadi.... baru melihat makanan di etalase saja saya sudah muntah-muntah. Untung saya belum turun dari mobil, jadi ga begitu malu-maluin karena yang lihat cuma tukang parkir. Setelah dipaksa masuk, akhirnya saya cuma makan ikan goreng sama sambel saja. "Anakmu ngajak kaya mbak, Lha wong ndak doyan makanan enak", kata adek meledek saya.
Saking bencinya sama aroma masakan [enak], setiap hari makanan saya cuma sayur menir yang bahan utamanya bayam. Biasanya emak menambahnya dengan gambas, labu atau jagung muda dan diberi bumbu bawang merah sedikit, daun kemangi, gula, dan garam. Kalau sudah ada sayur itu, berasa makan soto di restoran. Hikz
Akibatnya HB saya bukannya tambah tapi semakin rendah. HB yang tadinya 10,4 waktu operasi caesar untuk melahirkan si kecil malah menjadi 8,4. Dokter menyebutnya Anemia dan hal itu bisa menyebabkan kondisi saya drop. Ada kemungkinan saya terlalu tegang, sehingga dokter segera ambil tindakan cepat dengan menambah obat tertentu yang harus beli sendiri di apotek. Dan alhamdulillah operasi berjalan lancar, bayi selamat sayapun juga sehat. :).
Setelah si kecil lahir, hilang sudah kebiasaan-kebiasaan aneh yang saya alami selama hamil, seperti benci bau masakan. Keadaan kembali normal seperti sebelum saya hamil. Setiap bayi memang membawa kebiasaan yang berbeda-beda. Dan itu merupakan kenangan terindah yang tak akan pernah saya lupakan dan bisa buat cerita kalau Alfi sudah besar nanti. :).
Tulisan ini diikutsertakan pada Giveaway Cerita di Balik Aroma yang diadakan oleh Kakaakin
Tidak ada komentar:
Posting Komentar