Kamis, 08 Maret 2012

Dia Pergi Untuk Selamanya

Selasa pagi Tanggal 28 Februari, keluarga kami melakukan aktivitas seperti biasanya. Emak di dapur menyiapkan makanan yang mau dijual. Saya menyiapkan barang-barang yang mau dibawa suami ke toko. Bapak siap-siap berangkat ke Sawah, dan suami keluar mau mengangkut pasir pesanan orang. 


Semua nampak baik-baik saja, tanpa ada firasat kalau pagi itu kami akan kehilangan satu anggota keluarga. Yach..... pagi itu embah saya (dari bapak), embah satu-satunya yang saya miliki sejak kecil menghembuskan nafas terakhirnya di usia 90 tahun,  meninggalkan 2 anaknya, 2 menantunya, 4 cucunya, dan 3 buyutnya.

Setelah kepergiannya kami baru sadar, sebenarnya tanda-tanda itu ada. Tapi kami tidak menyadarinya. 4 hari sebelumnya, makanan yang kami berikan tidak dihabiskan. Hari berikutnya malah tidak dimakan dan emak menyuapinya. Emak tidak khawatir, karena beberapa tahun terakhir hal itu sudah biasa terjadi. 

Senin pagi, saya yang biasanya tidak pernah mencuci bak air yang di WC, pagi itu saya nekad mencucinya sampai bersih. Padahal saya sudah mau berangkat ke toko. Dan ternyata, bak air itu dipakai untuk memandikan embah.

Senin siang, ketika ada orang yang menyuruh emak menjual rambutan yang berbuah lebat di samping rumah, emak bilang "Ngapain dijual?Lha wong saudaranya banyak, nanti kalau ngumpul biar bisa ngincipi semua". Ternyata benar.... saudara kami ngumpul semua meskipun dalam suasana duka.

Senin sore, sepulang dari toko saya ngobrol dengan emak. Saya bilang kalau saya akan berusaha buka toko setiap hari tanpa libur. Entah kenapa emak bertanya "Kalau ada kepentingan penting juga ga mau libur?". Dan ternyata memang ada kepentingan yang mengharuskan saya libur.

Senin malam, emak menyuapinya tapi embah hanya menggelengkan kepala tanpa berkata apa-apa. Beberapa hari saya juga tidak mendengar celotehnya. Suaranya yang lantang layaknya ada teman ngobrol itu tak terdengar seperti biasanya.

Jam 3 malam sebelum masuk dapur memulai aktivitas, emak sempat membetulkan selimut embah dan emak tahu embah masih ada. Sekitar jam 5 bapak melihat selimutnya sudah berserakan lagi, dan bapak membetulkannya. Bapak juga tahu kalau embah masih ada. Jam 5.30 sebelum berangkat ke sawah, bapak menyempatkan melihat embah di kamarnya. Tapi embah diam tak bergerak, embah sudah tak bernafas lagi. Masih terasa hangat tubuh ringkihnya, itu berati embah belum lama pergi. 

Ach.... andai kami sadar kalau kejadian-kejadian sebelum itu sebagai tanda akan kepergian embah, mungkin kami akan menyiapkan segalanya agar kami bisa mendampingi embah pergi. Tapi semua sudah terjadi, dan saya yakin pasti itu sudah menjadi kehendak ALLAH swt dan ada hikmahnya. 

Saya masih ingat, 4 tahun lalu ketika saya pulang dari hongkong untuk menikah. Embah masih bisa mengingat siapa saya. Embah masih ingat kalau saya cucu kesayangannya meskipun kadang lupa kadang ingat karena sudah mulai pikun. Dan saya juga masih ingat, embah duduk paling depan ketika saya duduk di pelaminan. Embah juga tahu kalau yang jadi pengantin adalah saya, cucunya.

Setelah hampir 4 tahun berlalu, Nopember 2011 saya bertemu dengannya kembali, embah sama sekali tak ingat siapa saya. Embah sudah pikun dan hanya 2 nama yang embah ingat yaitu nama bapak dan emak saya. Karena selama ini yang merawat embah ya cuma emak sama bapak.  

Meskipun embah tak ingat siapa saya, tapi saya bersyukur karena masih diberi kesempatan bertemu dengannya hampir 4 bulan. Dan ketika beliau pergi, saya diberi kesempatan untuk memandikan, membuka   kain penutup ketika mau dikafani, serta mengantarkan embah ke peristirahatan terakhir. Saya juga bisa menatap sedikit wajahnya sebelum tanah menutup jasadnya. 

Wajah itu tak akan pernah saya lihat lagi. Celoteh itu tak akan pernah saya dengar lagi. Tak ada lagi was-was kalau kami bepergian jauh. Tak ada lagi yang bikin emosi karena kebandelan embah. Karena embah telah pergi untuk selamanya. Selamat jalan mbah.....Semoga amal ibadahmu diterima ALLAH swt. Dan mendapatkan tempat yang terbaik disisi ALLAH swt. Amin.
  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar