Minggu, 17 Februari 2013

Kisah Sedih di Negeri Orang

"Saya tidak suka nyonya memukul saya", ucap saya sambil menahan bendungan airmata yang hampir jebol karena perlakuan majikan perempuan yang super judes. Entah dapat keberanian darimana hingga saya berani melawan dia ketika dia menampar pipi kemudian mendorong saya dengan keras. Andai saja tidak ada wastafel di belakang saya, pasti saya sudah jatuh tersungkur di lantai.

Mendapat perlawanan dari saya, dia memperendah volume suaranya dan segera meninggalkan saya. Sebelum kejadian itu, majikan perempuan saya memang suka memakai tangannya ketika saya melakukan kesalahan atau tidak paham dengan apa yang dia katakan. Kadang mendorong, kadang mencubit atau memukul tubuh (bukan wajah). Tapi hari itu dia menampar pipi saya, sehingga muncul keberanian saya untuk melawan.

Setelah kejadian itu, dia tidak pernah memakai tangannya lagi. Tapi bukan berati selesai penderitaan saya, karena dia melampiaskan kejengkelannya dengan ngomel-ngomel atau menyuruh saya melakukan pekerjaan tidak pada waktunya. Seperti lap jendela saat hujan atau cuci kamar mandi tengah malam dengan alasan pekerjaan saya kurang bersih. Setiap waktu istirahat tiba, sering airmata tumpah untuk mengurangi beban di dada.

"Kalau seorang tarry menangis, bukan berati tarry cengeng. Tapi karena beban yang harus dipikul terlalu berat" curhat saya kepada seorang teman. "Iya, saya tahu.... Kamu seorang yang tegar. Seberat apapun beban yang harus kamu pikul, kamu pasti bisa", kata teman saya memberi semangat.

Dan saya bisa membuktikan bahwa saya bisa. Meskipun hari-hari yang saya lalui penuh omelan dan makian, toh saya bisa menyelesaikan kontrak kerja saya 2 tahun. Saya hanya memasukkan kata-kata menyakitkan majikan lewat kuping kanan dan mengeluarkannya lewat kuping kiri. Lagian ketemunya dengan majikan hanya pagi-pagi bangun tidur sama malam menjelang tidur. Tapi herannya, waktu yang sedikit itu kok dimanfaatkan buat ngomel-ngomel terus. Hehe.

Kisah diatas adalah pengalaman paling menyedihkan selama saya menjadi TKW Hong Kong. Saat itu saya baru pertama kalinya kerja di luar negeri. Jauh dari orang tua, kekasih dan keluarga, belum punya pengalaman kerja dan belum bisa bahasanya. Rasanya pingin pulang agar terbebas dari majikan jahat itu. Tapi saya ingat, impian saya belum kesampaian.
                                      Di Hong Kong ada keindahan, tapi tak ada kebahagiaan

Selalu bersabar, terus bertahan, dan ganti-ganti majikan, itulah yang saya lakukan untuk mengejar impian dan kebahagian. Sampai tak terasa, 8 tahun lebih saya merantau di negeri orang. Tapi sekarang sudah setahun hidup tenang di tengah keluarga tercinta. Karena kebahagiaan itu bukan berasal dari uang melainkan dari hati yang tenang dan tentram. :).


Artikel ini diikutkan dalam "Giveaway Gendu-Gendu Rasa Perantau"


Tidak ada komentar:

Posting Komentar