Rabu, 02 Januari 2013

Tragedi Malam Pertama-1

- Disebuah kamar pengantin, pukul 11 malam-

Aku duduk dipojok ranjang, kakiku  bergetar, aroma bunga sedap malam memenuhi ruangan kamar. Suara dentuman organ tunggal diluar rumah menambah dentuman detak jantungku yang kian berpacu. Aku termangu, lelaki tua itu masih belum masuk kamar, entah sekarang dia sedang apa diluar, kuharap ia mabuk dan tak menjamahku malam ini.

Tiba-tiba pintu kamar terbuka, detak jantungku semakin cepat, sosok lelaki tua itu mendekat, wajah merahnya menyeringai menatapku, bola matanya membesar, aku tak kuasa memandangnya. tubuhku kaku, aliran darahku seolah terhenti, nafasku berat. Ah, apa yang akan dilakukannya padaku?

Mata liarnya menamati tubuhku, didekatkannya badannya yang tambun disamping tubuhku yang menggigil bisu. Tangannya meraih pundakku. wajahnya mulai didekatkan ke wajahku, aroma alkohol sangat lekat dari mulutnya. Dilumatnya wajahku dengan bibirnya.

“Buka bajumu,” bisiknya dengan suara parau

Aku menggigil, keringat dingin mulai membasahi tubuhku. Aku masih mematung.

“Ayo lastri, buka bajumu,” ulangnya seraya menggerakkan tangannya ke dadaku.

Aku terkesiap, kucoba berdiri dan menjauh darinya, tapi cengkraman tangannya mengharuskanku tetap melekat ditubuhnya dengan menerima seluruh remasannya. Diraihnya kancing bajuku, dibukanya dengan kasar dan tergesah. Kurasakan aliran darahku tercekat ditengah dada.

“Jangan…,” rintihku meminta

Mata merahnya memicing, senyum menyeringainya kembali tergurat dalam kerut wajahnya.

“Aku sekarang suamimu Lastri, aku berhak atas tubuhmu, ayolah..” jawabnya seraya menarik tali pengikat jarik yang kukenakan.

Aku berusaha berontak. Kupegang jarik itu kuat-kuat.

“Mohon !, jangan kaulakukan itu pak,” pintaku dengan tetesan air mata. Buncahan sesak didadaku sudah tak kuasa kutahan.

Lelaki itu terdiam, sebentar.
Kemudian tangan kasarnya meraih tubuhku dan langsung menidurkanku diatas ranjang. Aku terkesiap, diantara kaget dan pasrah. Tubuh besarnya menindihku.

Kupejamkan mataku, aku sangat jijik dengan wajah menyeringai diatasku ini, ingin rasanya kaki ini menendangnya dan berlari pergi, tapi ucapan emak kembali terngiang,

“nduk, nanti kalau kamu sudah dinikahi Pak Kades, kamu harus patuh pada beliau. Harus melayani dan mengabdi pada suamimu, ndak boleh menentang keinginannya, jangan jadi istri durhaka nduk, dosa, kuwalat kamu nanti”

Aku meringis getir, Tuhan, apakah dengan cara seperti ini jalan yang harus kulalui untuk mendapatkan surgamu? Aku tidak pernah membantah keinginkan orang tuaku Tuhan, pun ketika mereka memaksaku menerima lamaran bandot tua tukang kawin ini untuk menebus hutang mereka, aku mematuhinya.

Meski aku sempat berkeras menolaknya, tapi akhirnya aku luluh juga, melihat penderitaan orangtuaku yang selalu dikejar hutang yang semakin hari nilainya semakin membumbung. Belum lagi intimidasi dari orang suruhan pak Kades yang tak segan-segan mengobrak abrik isi rumah kami.

Tapi Tuhan, aku sangat tidak rela mempersembahkan kehormatanku oleh orang yang sama sekali tidak kucinta, aku patuh kepada orang tuaku karena aku juga patuh kepadaMu,  Aku ingin sekali membantu orangtuaku, tapi bukan dengan dijual seperti ini. Oleh itu Tuhan, ijinkan aku membantah mereka, sekali ini saja…

Aku segera bangkit dari kasur, kuhentakkan tubuh pria tua itu hingga terjengkang, wajahnya terkejut dan marah. Aku tak peduli. Kuraih bajuku dan berlari keluar kamar, orang tuaku terkejut, tak kuhiraukan lagi. Kulari keluar, seluruh tamu yang saat itu sedang menikmati sajian organ tunggal menatap kearahku, Aku sudah tak peduli lagi pandangan mereka.

“Lastri…!” teriak bapak.

Aku tak menoleh, kuteruskan langkahku dengan linangan air mata. Beberapa orang bergerak mengejarku, aku semakin mempercepat langkah. Aku tak sudi melakoni semua ini. Maaf Bapak-emak, kali ini aku tak patuh padamu. Aku terus berlari, sampai disebuah jembatan, kunaiki besi pembatasnya…

Kulihat dibelakang, beberapa orang yang mengejarku semakin mendekat. Ada sosok bapak disana, berteriak memanggil-manggil, kulambaikan tangan kearahnya, sesaat..

Setelah itu tubuhku sudah melayang jatuh.
****

Tidak ada komentar:

Posting Komentar