Jumat, 20 Januari 2012

3 Minggu Aku Jadi Calon Ibu

Tak percaya! itulah yang saya rasakan ketika hasil test menunjukkan kalau saya positif hamil. Dan bidan mengatakan usia kandungan saya sekitar 1 bulan (perhitungan medis). Padahal saya baru bertemu suami saya 3 minggu dan saya tahu saat itu bukan masa subur saya. Tapi ALLAH menunjukkan kuasaNYA dengan tumbuhnya janin di rahim saya. 


Kegembiraan mewarnai keluarga kami, apalagi emak saya yang memang menunggu-nunggu kehadiran seorang cucu. Suami dan Emak begitu perhatian ke saya dan melarang saya kerja terlalu berat. "Hati-hati, sudah lama kamu menunggu kehadirannya" pesan emak setiap saya mulai bandel.

Hari berganti hari, tak ada yang aneh dengan kehamilan saya. Saya nampak sehat, doyan makan, dan tidak pernah muntah-muntah kecuali lihat ikan lele. Saya juga tidak pernah ngidam yang aneh-aneh, tapi waktu saya pingin sesuatu suami saya selalu pulang kehujanan. Terharu! itu yang saya rasakan ketika suami kasih saya bungkusan yang saya inginkan dengan badan basah kuyup. Saya merasa jadi istri yang paling bahagia dan beruntung punya suami yang perhatian dan menyayangi saya.

Namun kebahagiaan kami berubah jadi kekhawatiran, tiba-tiba saya keluar flek kecoklatan. Kepanikan mulai muncul ketika Bu Bidan memberi surat rujukan dan suruh cepat-cepat ke dokter kandungan  di daerah kami untuk USG. Tapi kami kurang beruntung, karena dokternya baru saja pulang 5 menit yang lalu. Saya langsung telp bidannya, dan beliau menyuruh kami kembali dan mengganti surat rujukan, besoknya saya harus ke dokter kandungan Rumah Sakit di Madiun.

Saya yang tadinya tidak merasakan sakit apa-apa, sepulang dari rumah bu Bidan malah merasakan sakit di perut saya. "Dek, jangan nakal to. Kasihan ibu kesakitan itu lho" ucap suami sambil mengelus perut saya. Ketika di elus sakitnya agak reda. Semalaman tidur saya ga nyenyak, karena sebentar-sebentar sakitnya terasa. 

Paginya, kami pergi ke Madiun untuk USG. Tidak perlu antri lama, tibalah giliran saya. Dokter bilang "bayinya sehat, dipertahankan ya bu. Nanti saya beri obat penguat dan istirahat total ya". Kami pulang dengan lega, dan kami mampir di warung teman minum juice buah dan makan rujak buah, baru pulang ke rumah.

Sampai di rumah, flek yang tadinya coklat berubah jadi merah darah. Dan saya merasakan sakit luar biasa di perut saya. "Rasanya gimana?" tanya emak. Saya tidak bisa menjelaskan rasa apa yang saya rasakan. Pokoknya sakit sekali perut saya. Saya menangis sejadi-jadinya dalam pelukan suami dan genggaman tangan emak. "Nduk nyebut nduk, jangan nangis. Calon ibu kok cengeng, nanti anakmu juga cengeng lho" kata emak memberi dukungan. Suami juga tak henti-hentinya menyebut nama ALLAH agar saya kuat.

Mendengar ucapan emak, saya langsung menghapus airmata. "Aku harus kuat, aku tidak boleh cengeng, aku harus menahan rasa sakit ini demi anakku" tekad saya dalam hati. Tiba-tiba sakit yang saya rasakan reda, dan saya mau makan. Suami dan emak saya lega.

Namun kelegaan itu berubah jadi airmata ketika buah hati kami, tiba-tiba keluar begitu saja bersamaan dengan saya muntah. Saya menjerit dan menangis sejadi-jadinya ketika melihat ada segumpal darah keluar dari rahim saya. Saya shock, "aku telah mengecwakan suamiku dan keluargaku" sesal dan rasa bersalah menghantui hati saya.

"Ini bukan salahmu dek, ini memang bukan rejeki kita" kata suami menguatkan hati saya. Dukungan keluarga dan beberapa tetangga tak mampu menghentikan airmata saya. Saya tetap menangis ketika ingat bayi saya sudah tidak ada. Tapi ketika saya terbaring di rumah sakit dan tahu banyak ibu hamil bermasalah dan harus dioperasi, hati saya mulai terbuka. "Pasti ini yang terbaik untuk aku dan bayiku" ucap saya dalam hati.

Beberapa kali saya ditipu teman dan harus kehilangan uang jutaan, saya juga pernah kehilangan sahabat, anggota keluarga dan lainnya. Saya sedih, tapi sedih yang saya rasakan tak ada apa-apanya dibanding kehilangan calon buah hati saya. Karena kesedihan yang kami rasakan, sampai-sampai kami tak sempat memikirkan hari jadi kami yang ke 11 (baca: Hari Jadi Yang [Tak] Terlupakan) dan tak sempat berkumpul dengan keluarga besar suami yang kebetulan sedang berkumpul. 

Keluarga besar suami keturutan datang ke rumah saya. Tapi bukan dalam suasana gembira melainkan dalam suasana duka.

Tawa mereka bisa mengalihkan kesedihan saya, meskipun hanya sebentar.

Dengan berjalannya waktu, saya mulai bisa melupakan kesedihan saya. Dan saya bersyukur, karena saya diijinkan menjadi calon ibu meskipun hanya 3 minggu. Dan saya merasakan sendiri bagaimana perjuangan seorang ibu melahirkan bayinya. *karena sakitnya keguguran melebihi sakitnya melahirkan*. Dan itu membuat saya bertekad untuk lebih menghormati dan menghargai seorang wanita yang telah melahirkan saya.

Dan setiap ada musibah, pasti ada hikmahnya. Karena setelah kejadian itu, suami jadi lebih dekat kepada ALLAH, Kami lebih banyak instrokpeksi diri, mungkin banyak kesalahan dimasa lalu dan ALLAH menegurnya dengan kejadian ini, atau ALLAH sedang menguji iman kami. Entahlah.... kami hanya bisa menyerahkan segalanya kepada ALLAH.


Hikmah yang lain adalah, saya lebih punya banyak waktu untuk menyiapkan toko kecil yang kami beli ketika bayi kami masih ada. "Keluar sekarang sajalah, biar bunda ga kecapekan kalau menyiapkan toko barunya". Mungkin itu yang ada dalam pikiran bayi kami. Hikz.  Meskipun hanya 3 minggu kau di dalam rahimku, tapi bunda bahagia bisa merasakan menjadi seorang ibu. Selamat jalan nak....Do'a kami akan selalu menyertaimu, agar ALLAH selalu menjagamu. Amiiiin

Tarry KittyHolic berpartisipasi dalam Saweran Kecebong 3 Warna yang didalangi oleh Jeng Soes-Jeng Dewi-Jeng Nia
                                       Disponsori oleh : Jeng Anggie,Desa BonekaKios108 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar