Senin, 10 Oktober 2011

Malam Terakhir

Masih ingat lagu Malam terakhirnya Evie Tamala??? Lagu ini paling berkesan di hati saya dan sampai sekarang akan tetap jadi favorit saya meskipun lagu dangdut. "Kok bisa??". Yach.... lagu ini pernah dinyanyikan teman suami saya 9 tahun lalu, saat suami saya mau berangkat ke Malaysia. Saya yang tadinya tegar dan tak meneteskan airmata, tiba-tiba pecahlah tangis saya gara-gara ada yang iseng nyanyi lagu itu. hikz.

Dan hari ini, saya putar lagu itu berkali-kali karena semalam adalah malam terakhir saya dengan Mbak Tun. Di postingan yang ngomongin paket, saya sudah bilang terakhir ketemu, tapi ternyata kemarin masih bisa ketemu lagi meskipun nyuri-nyuri waktu setelah pulang dari rumah nenek. Yach, saya sempat-sempatkan bertemu karena saya sudah janji mau nraktir makan. Tapi karena Mbak Tun makannya susah, alias harus terjamin kehalalannya. Sehingga usulan saya untuk makan di restaurant warung chinese food ditolak. Sebenarnya ga terlalu fanatik sich, tapi selama bisa menghindari, beliau lebih memilih sayur atau ikan daripada milih daging yang ga tahu gimana cara motongnya. 

Akhirnya kami memutuskan untuk makan di KFC saja, yang kebetulan dekat dengan rumah nenek asuhan saya. Dalam hati saya ya "alhamdulillah" malah lebih murah karena lagi kembang kempis gara-gara belum di gaji sedangkan si Boss pergi ke Beijing. Tapi ikhlas lho.... hehehe

Saya masih ingat, 3 tahun yang lalu saat Mbak Tun memutuskan untuk mengakhiri perjuangannya di Hong Kong. Saya bilang "Hoalah kamu belum melihat aku jadi orang baik kok sudah mau pulang to yu???" Namun, rencana untuk pensiun jadi TKW dibatalkan karena ada musibah ( baca: Bisa Sampai Hong Kong Karena Dihina ). Mbak Tun yang dulu akan meninggalkan saya, sekarang ganti saya yang akan meninggalkannya setelah mampu menunjukkan perubahan saya kepada Mbak Tun.  

Mbak Tun, sudah saya anggap keluarga sendiri, yang bisa saya jadikan contoh. Cara berfikirnya yang dewasa, membuat nasehat-nasehatnya seperti orang tua (memang sudah tua sich hikz). Sindiran-sindiran halusnya mampu menohok hati saya tanpa menyinggung perasaan saya. Sehingga mampu membuat saya merenung dan mau memperbaiki kesalahan. Beliau juga tak mengenal kado saat moment tertentu, tapi sering memberi hadiah-hadiah tanpa saya duga. Dan yang pasti, setiap lebaran kami selalu dapat ampao. Itulah mbka Tun, meskipun single parent tapi tak membuatnya enggan untuk berbagi. Semoga dilancarkan rejekinya. Amiiiin

Dikasih kenang-kenangan selendang panjang 2, yang satu buat emak, katanya. Dan langsung saya pakai *kaya bocah ilang*. Rejeki saya kali yach.... Nraktir KFC ,malah dapat selendang dan ampao rupiah dari Nanik. Alhamdulillah......

 Saya dan nanik (baju hitam), sudah dianggap keponakan sendiri oleh Mbak Tun. Saya dari Madiun, Nanik dari Blitar, dan Mbak Tun dari Magetan bisa jadi saudara ketika jauh dari keluarga.

Setelah ini, mungkin tak akan ada kesempatan berkumpul bertiga lagi. Tanggal 23 nanti Mbak Tun mau cuti untuk memperingati 1000 hari meninggalnya  sang suami. Tinggal nanik saja yang masih tertinggal di Hong Kong dan  masih sempat ketemu saya lagi. Semoga, persahabatan ini tetap abadi meskipun tak berkumpul lagi. Amiiiiin

Tidak ada komentar:

Posting Komentar