Senin, 10 Oktober 2011

Usaha Dulu Atau Rumah Dulu??

Setelah melalui proses pemikiran yang njlimet bin ruwet  serta rayuan dari orang tua, akhirnya kami (saya dan suami) memutuskan hasil keringat kami akan kami gunakan untuk membangun usaha kecil-kecilan. Dan kami memendam dalam-dalam impian kami untuk memiliki rumah sendiri. Mengingat bahan bangunan yang harganya melonjak tinggi, dan umur kami yang sudah tak muda lagi (ga mau kerja di luar negeri lagi). Rasanya kok sayang ya, uang puluhan sampai ratusan juta hanya untuk membangun rumah sedangkan rumah orang tua kami masih layak huni. Suami saya anak bungsu dan saya sendiri juga jadi harapan orang tua saya untuk merawat beliau di hari tua. 


Dua wanita hebat yang selalu jadi penyemangat kami. Dan yang memperebutkan kami untuk jadi pendamping beliau di hari tua. Bapaknya??? Manut!! Ikut jadi makmum aja. hihihi


Orang tua bahagia sekali dengan keputusan kami itu, meskipun belum bisa memutuskan kami akan tinggal bersama siapa. Mertua atau orang tua saya???. Setidaknya kami sudah bisa menghilangkan keinginan untuk punya rumah sendiri. Dan memilih melanjutkan usaha emak saya, dengan modal seadanya. Dan kalau diberi rejeki lebih, baru memikirkan rumah sendiri. "Orang tua hanya bisa mendo'akan" kata beliau.

Tapi waktu saya ngobrol dengan 2 tetangga kampung melalui confrence call tadi pagi, keduanya tidak setuju dengan rencana saya. Kata mereka, rumah itu nomer satu, mumpung masih muda. Nanti kalau sudah punya anak pasti keteteran ga sempat mikir rumah. Uang buat usaha itu lho lama-lama nanti juga habis. Sempat terjadi perdebatan kecil diantara kami. Kami tetap mempertahankan prinsip kami masing-masing. Mereka berdua adalah seorang ibu dan istri yang masih harus berjuang demi masa depan keluarganya. Jadi, pasti beda dengan saya yang masih pengantin baru muda donk. Xixixixi

Saya masih ingat, boss saya waktu kerja di Madiun dulu. Beliau memulai usahanya dari nol yang sedikit demi sedikit menjadi sebuah usaha yang bisa menopang ekonomi keluarga dengan 2 anak, sekaligus beberapa karyawannya yang waktu itu ada 7 sebagai karyawan sablon dan depot, serta 2 sebagai pengasuh anak dan tukang masak. 

Meskipun sudah bisa dikatakan jadi orang mampu, tapi kesederhanaan masih terlihat di keluarga ini. Rumahnya masih bangunan kuno. Boss laki pakai motor tiger 80an tapi unik banget. Dan Ibu yang seorang guru STM pakai BMW (Bebek Merah Wuelek) tapi mesinnya masih oke. Dan kendaraan dinas untuk saya yang makan tidur ikut boss adalah sepeda unta jelek (ada yang tahu??). Awal saya kerja, saya malu, dan pinjam sepeda teman yang masih bagus. Eh malah hilang dibawa kabur orang. Dan si boss langsung ganti yang baru.

Beliau berkata "Sebenarnya aku mampu khan beli sepeda baru??? Buktinya aku bisa mengganti sepeda yang baru saja kamu hilangkan". Sempat bertanya kenapa ya beliau tidak beli dari dulu??? Dan membiarkan anak buahnya malu pakai sepeda unta??? Alasannya karena beliau lebih mementingkan fungsi daripada gengsi. Nasehat-nasehat beliau membuat saya sadar dan selanjutnya dengan PD naek sepeda unta wira-wiri di jalan besar Madiun tanpa ada rasa malu. Saya belajar mensyukuri apa yang saya punya dan tak melihat punya orang lain yang lebih bagus.

Dan beberapa bulan kemudian, Ibu beli motor baru dan BMW nya diwariskan ke saya. Suatu kehormatan buat saya, karena dari semua karyawannya hanya saya yang diijinkan naik motor itu dan pindah tangan ke saya waktu Ibu punya motor baru. Buah dari kesabaran saya naik unta kali ya hehehe. Dan waktu saya silaturahmi untuk mengantar undangan pernikahan saya 3 tahun lalu, rumah beliau sudah dibangun bagus bukan rumah kuno lagi. Sekarang bagaimana ya??? sudah lama saya tidak komunikasi dengan beliau.

Dari kisah beliau, saya yakin dengan keputusan saya. Usaha lebih penting dari rumah (benda mati). Untuk membangun usaha mungkin tidak mudah, tapi dengan 4 Kartu AS Kunci Sukses, saya yakin PASTI BISA.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar